Memperjuangkan hidup orang lain adalah pilihan dari berbagai
pilihan. Kita merasa puas melihat orang lain merasa bahagia. Minimal melihat
mereka tersenyum, kita turut tersenyum.
Selasa malam, selesai bukber (buka bersama) dengan pengurus
dan sesepuh KOMPENI, saya dan beberapa sesepuh lainnya beranjak pamit untuk
pulang. Saya segera menyusulkan untuk mengajak teman-teman (sesepuh) untuk
jalan-jalan, minimal ngopilah karena mumpung beberapa sesepuh berkumpul
bersama untuk saling berkongkow karena lama tidak bertemu.
Beberapa teman tidak menggubris ajakan saya. Kemudian saya
langsung mengajak Kuni, teman saya sejak dari MI (Madrasah Ibtidaiyah) hingga
Aliyah. Ternyata ia pun menolak, karena alasan esok hari ia akan mengikuti tes
toefl.
“Ayo laah Kun, mumpung arek-arek kumpul. Ngopi bareng arek KOMPENI.” Ajakku.
“gak iso jai, aku gorong sinau blas iki.” Jawabnya menolak
ajakkan ku.
Dia malah mengajakku untuk datang pada acara semhasnya, esok
lusanya.
“Glekk...” “Eh jai, teko yo dino kamis neng semhasku.”
Saya kaget dan menggumam. Sudah banyak teman saya yang
hampir menyelesaikan studinya yang memang sudah masuk waktu akhir tahun keempat.
Saya jadi merasa orang yang bodoh dan game over.
“Jadi, seperti inikah saat tahu teman sudah hampir selesai kuliah dan saya belum
apa-apa dalam penggarapan tugas akhir.” Saya membatin.
Malam ini jadi agak sedikit menjemukan, setelah tadi saya
dan teman-teman bercerita tentang pengalaman berproses di KOMPENI dan kondisi
sekolah saat itu, serta gelak tawa yang mulai sebelum magrib sudah membuat
ramai acara.
Jadi menutup tulisan ini saya mendapat quote pada malam ini.
Ada kalanya hidup hanya cukup dijalani dengan menerima,
tersenyum dan turut berbahagia. Karena tidak selamanya hidup berurusan dengan ambisi,
ada kalanya perlu diimbangi dengan rasa ikhlas
13 juni 2017
Setelah buber bersama KOMPENI
0 komentar:
Posting Komentar